Assalamu'alaikum wr. wb.
Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Sesungguhnya (yang demikian itu) sulit, kecuali bagi orang-orang yang khusyu'. (Q.S. Al-Baqarah [2] : 45)
Kalau melihat rangkaian ayat-ayat sebelum dan sesudahnya, sebenarnya ayat ini ditujukan khususnya kepada kaum Bani Israil yang hobi membangkang perintah Allah. Kaum Bani Israil adalah anak-cucu Nabi Ya'qub as. Dengan kata lain, mereka masih punya hubungan dekat dengan Nabi Muhammad saw. Jelas sekali bahwa Allah SWT sangat menyayangi mereka, sehingga ada banyak sekali ayat yang memberikan nasihat pada Bani Israil untuk segera taubat. Saya sendiri melihat rangkaian ayat ini bukan berupa kutukan, melainkan sebuah panggilan penuh kasih sayang dari Allah agar mereka segera kembali ke jalan yang benar. Oleh karena itu, meskipun seruan ini muncul dalam rangkaian ayat yang bicara tentang Bani Israil, namun umat Islam jaman sekarang pun masih sangat relevan untuk mencermatinya.
Allah SWT secara eksplisit mengatakan bahwa sabar dan shalat adalah dua instrumen yang bisa kita gunakan sebagai alat penolong. Dalam hal apa? Tidak ada keterangan. Hal ini memperkuat pendapat bahwa sabar dan shalat bisa menolong kita dalam hal apa saja. Jika kita dijepit oleh perasaan khawatir, maka sabar dan shalat bisa menyelesaikan masalah. Jika kita dililit hutang, maka sabar dan shalat adalah jalan keluarnya. Jika kita kesal pun, maka sabar dan shalat tetap manjur.
Tapi benarkah?
Teorinya begitu, tapi kenyataannya tidak selalu demikian. Shalat itu soal mudah. Tinggal menghapal beberapa gerakan dan bacaan, maka kita sudah bisa melaksanakan shalat. Skill tambahan yang kita perlukan hanya teknik berwudhu. Nyatanya, masih banyak orang-orang yang rajin shalat fardhu, bahkan menambahnya dengan shalat-shalat sunnah, namun mereka tidak luput dari depresi karena tidak bisa menemukan jalan keluar dari masalah-masalahnya.
Apakah Al-Qur'an salah? Apakah shalatnya salah? Apakah shalat memang tidak semanjur yang kita kira?
Inilah yang dinamakan korupsi. Bangsa Indonesia memang gemar mengkorupsi segala sesuatunya, termasuk ayat. Kalau kita jeli, ayat di atas memberikan solusi, sekaligus memberitahukan kendalanya. Solusinya adalah sabar dan shalat, sementara kendalanya adalah khusyu'. Dengan kata lain, sabar dan shalat memang bisa jadi solusi, tapi ada syaratnya : khusyu'.
Sabar dan shalat tidak bisa berfungsi optimal tanpa khusyu'. Shalat dalam keadaan terpaksa, misalnya, jelas tidak akan membuahkan hasil yang diharapkan. Jangankan solusi, barangkali ia justru tambah kesal setelah selesai shalat, karena merasa shalat itu sebagai sesuatu yang dipaksakan. Orang yang shalat sambil terus memikirkan hal-hal lain juga barangkali tidak akan pernah berhasil mendapatkan jalan keluar dari permasalahan-permasalahannya dengan shalat. Khusyu' dulu, baru bicara tentang manfaat shalat!
Masalah khusyu' ini memang selalu menjadi bahan perbincangan. Di satu sisi, Ali ra. pernah tertusuk panah, dan panah itu dicabut ketika ia sedang shalat. Ini menunjukkan bahwa beliau tidak merasakan sakit ketika shalat, pertanda khusyu'. Di sisi lain, Rasulullah saw. pun pernah menunjukkan cara shalat sambil mengasuh anak. Beliau benar-benar sadar akan tugasnya sebagai hamba Allah yang sedang shalat, sekaligus juga seorang ayah yang sedang menjaga anaknya. Apakah ini pertanda tidak khusyu'? Adakah yang lebih khusyu' daripada Rasulullah saw.?
Al-Qur'an punya definisinya sendiri tentang orang-orang yang khusyu' :
(Yaitu) orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan bertemu Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali pada-Nya. (Q.S. Al-Baqarah [2] : 46)
Sederhana saja. Orang-orang yang khusyu' adalah orang-orang yang memenuhi dua kriteria : (1) mereka yakin akan bertemu dengan Tuhannya, dan (2) mereka yakin akan kembali pada-Nya. Orang-orang yang khusyu' dalam shalat adalah orang-orang yang benar-benar merasa bahwa mereka tengah menghadap wajah Allah dalam shalatnya. Mereka pun benar-benar menghayati takdirnya yang sudah pasti, yaitu akan kembali pada-Nya.
Konsekuensinya banyak. Tidak ada orang khusyu' yang berantakan ketika shalat. Jika memang ia yakin bahwa ia sedang menghadap Allah, maka ia akan merapikan pakaiannya, merapikan sisirannya, dan menyempurnakan postur tubuhnya. Ia bahkan akan mengatur napas, arah penglihatan dan pikiran sebagai etika ketika hamba bertemu Sang Pemiliknya.
Orang yang khusyu' juga akan merasa khawatir jika Allah melihat kejelekannya. Bulu romanya berdiri merinding karena merasakan kehadiran Allah. Ia tidak takut apa-apa lagi, karena yang paling menakutkannya telah berdiri di hadapannya dan mengamati gerak-geriknya. Allah SWT telah hadir untuk menyaksikan shalatnya, dan hanya kepada Allah-lah kelak kita akan kembali.
Orang yang khusyu' pun tidak akan berbasa-basi dengan Allah. Kata-katanya bukan ucapan kosong belaka. Ia paham betul apa-apa yang diucapkannya dalam shalat, dan benar-benar bermaksud sesuai ucapannya. Tidak ada janji-janji palsu kepada Allah, karena Allah pasti tahu apa yang disembunyikan. Bahkan niat untuk menyembunyikan sesuatu dari hadapan Allah pun tidak akan ada dalam hati orang yang khusyu'. Mereka benar-benar merasa berhadapan dengan Allah SWT.
Begitu sulitkah mencapai derajat khusyu'? Wajar bila sulit. Itulah sebabnya Allah memperingatkan kita tentang kesulitan itu di dalam Al-Qur'an. Akan tetapi, sulit bukan berarti tidak mungkin. Lagipula, semua orang pasti ingin mendapatkan jalan keluar dari setiap permasalahannya.
Mulailah berlatih khusyu', dan temukanlah semua solusi yang Anda butuhkan! Mulailah dengan menyadari bahwa Allah benar-benar tengah mengamati Anda.
Wassalamu'alaikum wr. wb.